KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT,
atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran
kepada saya untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemalsuan Faktur Pajak Sebagai Upaya Penghindaran Pajak “.
Terima kasih
saya ucapkan kepada bapak Adrian Munandar selaku dosen Pajak Pertambahan
Nilai yang telah memberikan tugas kepada saya,
sehingga saya dapat menambah pengetahuan saya mengenai Pajak
Pertambahan Nilai, Khususnya dengan Sub Materi Faktur Pajak. Terimakasih juga saya ucapkan kepada kedua orang tua
saya yang mendukung saya dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
menyadarai bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat berterimakasih apabila
pembaca bersedia memberikan kritik dan saran, sehingga
dapat digunakan untuk penyempurnaan makalah berikutnya.
Palembang, 9 Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................. i
Daftar isi....................................................................................................................... ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah.................................................................................................. 2
1.3
Tujuan Penulisan.................................................................................................... 2
1.4
Manfaat Penulisan.................................................................................................. 2
1.5
Prosedur Penulisan................................................................................................. 2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Faktur Pajak......................................................................................... 3
2.2
Upaya Pemalsuan Faktur Pajak.............................................................................. 4
2.3
Faktor-Faktor Pendukung Pemalsuan Faktur Pajak............................................... 6
2.4
Upaya Pemerintah Mencegah Pemalsuan Faktur Pajak......................................... 8
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak harus menggunakan
sarana pemungutan yaitu dilakukan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak merupakan bukti
pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan
penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP).
Peran
penting Faktur Pajak sangatlah berguna bagi PKP, dengan adanya faktur pajak
maka PKP memiliki bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga
pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun sekarang
ditemukan berbagai kecurangan dalam upaya pengindaran pajak, salah satunya
adalah pemalsuan Faktur Pajak. Dapat dilihat dengan banyak berdirinya
Perusahaan-Perusahaan Fiktif yang dibuat oleh oknum-oknum tertentu, kemudian
didaftar kan NPWP nya. Perusahaan-Perusahaan Fiktif tersebut didirikan dengan
menggunakan nama-nama fiktif pula sebagai pengurus dan pemegang sahamnya.
Faktur Pajak yang diterbitkan perusahaan tersebut lalu dijual ke
Perusahaan-Perusahaan yang berniat menggunakan Faktur tersebut sebagai
pengurang jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
Penerbitan Faktur Pajak
Fiktif adalah kejahatan paling tinggi dalam dunia perpajakan. Pasalnya, modus
tersebut langsung menjarah hasil PPN yang disetor rakyat, menipu transaksi,
memanipuasi PPh, dan mengambil hak Negara. Kejahatan dengan modus seperti ini,
dilakukan oleh banyak perusahaan penerbit faktur pajak fiktif yang dibuat
sesaat, karena perusahaan itu dibubarkan setiap dua tahun. Lalu perusahaan itu
membuat perusahaan baru dengan PKP baru. Sehingga Ditjen Pajak harus bisa
mendeteksi perusahaan penerbit dan perusahaan pemakai faktur pajak fiktif. Prakteknya,
Faktur Pajak palsu banyak variasi dan lika-likunya baik dari segi modus maupun
jumlah nominal PPN. Karena itu tidak semua Faktur Pajak bermasalah bisa
dideteksi oleh pemeriksa pajak. Tidak semua SPT Masa PPN diperiksa. Jika total
Faktur Pajak palsu yang WP beli nominalnya lebih besar dari Pajak Keluaran maka
WP bisa meminta restitusi, sehingga hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi
negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Faktur Pajak ?
2. Bagaimana
Upaya Pemalsuan Faktur Pajak untuk menghindari pembayaran pajak ?
3. Faktor-Faktor
yang mendukung Pemalsuan Faktur Pajak ?
4. Bagaimana
Upaya Pemerintah dalam mencegah pemalsuan Faktur Pajak ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari Faktur Pajak
2. Untuk
mengetahui upaya pemalsuan Faktur Pajak untuk menghindari pembayaran pajak
3. Untuk
mengetahui Faktor-Faktor yang mendukung dalam pemalsuan Faktur Pajak
4. Untuk
mengetahui Upaya Pemerintah dalam mencegah pemalsuan Faktur Pajak
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi semua pihak dalam rangka mengembangkan kreatifitas proses
pelaksanaan pembelajaran dalam menggunakan media pembelajaran, selain itu juga
mengembangkan kualitas pelaksanaan proses pelaksanaan pembelajaran.
1.5 Prosedur Penulisaan
Prosedur penulisan yang
digunakan oleh penulis dalam penulisan makalah ini yaitu metode kepustakaan
dimana penulis mengambil dan mencari sumber materi dari buku. Selain itu juga
penulis mengambil sumber materi dari browsing internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Faktur Pajak
Faktur Pajak merupakan bukti
pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau oleh Ditjen
Bea dan Cukai karena import BKP.
Agar Faktur Pajak dapat
berfungsi sebagai bagian dari
mekanisme pengkreditan Pajak
Masukan dengan Pajak
Keluaran, Faktur Pajak
harus memenuhi dua persyaratan yaitu persyaratan formal dan persyaratan
material sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU PPN yang berbunyi:
”Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material”.
Orang pribadi dan badan
yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur
Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak
dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tak semestinya.
Jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus disetorkan ke kas negara.
Faktur Pajak tidak harus dibuat secara khusus atau berbeda dengan Faktur
Penjualan, artinya Faktur Penjualan dapat sekaligus berfungsi sebagai Faktur
Pajak.
Fungsi
Faktur Pajak
Faktur Pajak mempunyai fungsi
yang membuatnya begitu penting dah wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.
Fungsi faktur pajak yaitu:
1. Bukti
pungutan bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan Jasa
Kena Pajak
2. Sebagai
bukti pembayaran PPN yang dilakukan oleh pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak
3. Sebagai
sarana mengkreditkan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang membeli
Barang Kena Pajak
4. Bukti
pungutan pajak (PPN/PPnBM) karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai
2.2 Upaya Pemalsuan
Faktur Pajak
Banyak
sekali upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu demi menghindari membayar
pajak, salah satunya adalah dengan membuat Faktur Pajak Palsu. Faktur Pajak
Palsu atau Faktur Pajak bermasalah ini sesuai maksud Pasal 39A adalah Faktur
Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Seharusnya
Faktur Pajak diterbitkan oleh penjual sebagai bukti pemungutan PPN. Untuk
membuktikan adanya penjualan tersebut tentu harus ada :
1.
dokumen-dokumen yang menunjukkan penjualan
2.
barang atau jasa yang diserahkan
3.
uang untuk pembayaran barang atau jasa
Sebenarnya
banyak modus dalam Faktur Pajak bermasalah, tetapi yang paling gampang adalah
dengan memalsukan Faktur Pajak. Disebut memalsukan karena pembuat Faktur Pajak
sebenarnya tidak menjual apa-apa kecuali Faktur Pajak itu sendiri. Misalnya
satu lembar Faktur Pajak dijual 5%. Artinya, jika Faktur Pajak tersebut PPN-nya
senilai Rp.500.000.000,- maka dia menjual selembar Faktur Pajak tersebut
Rp.25.000.000,- Bayangkan jika total Faktur Pajak yang dia buat puluhan milyar
rupiah, tentu permasalahan ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan negara dan ini merupakan potensi penerimaan pajak yang besar yang
dapat digali lagi oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak.
Seperti
hukum ekonomi, ada penawaran karena ada permintaan. Faktur Pajak palsu dibuat
karena memang ada yang membutuhkan. Siapa mereka? Sebenarnya semua Wajib Pajak
yang memiliki niat tidak baik yang berupaya ingin menghindari pembayaran pajak
membutuhkan Faktur Pajak palsu. Kebanyakan permintaan Faktur Pajak palsu itu
adalah berasal dari para pedagang impor selundupan yang berupaya memaksimalkan
keuntungan penjualan barang yang dijualnya dengan cara memalsukan Faktur Pajak
demi memperkecil atau menghindari pembayaran pajak.
Kenapa
penyelundup membutuhkan Faktur Pajak palsu? Kemungkinannya :
1.
mengurangi setoran PPN ke bank persepsi; atau
2.
mengambil uang dari kas negara.
Supaya lebih jelas kita
gunakan angka-angka contoh:
Mr.
Raju adalah seorang pedagang kain Pasar Tanah Abang. Kain yang dia jual adalah
kain impor dari India. Supaya harga beli murah, maka kain dia selundupkan.
Artinya dia tidak membayar bea masuk, PPh Pasal 22 impor, dan PPN impor. Untuk
PPh dan PPN saja Mr. Raju harus bayar 12,5% jika menggunakan jalur resmi, yaitu
2,5% untuk PPh Pasal 22 Impor ditambah 10% untuk PPN Impor. Artinya, dengan
menyelundupkan kain, Mr. Raju menghemat pembelian 12,5%.
Walaupun
kain yang dia jual merupakan kain selundupan, tetapi Mr. Raju menjual kain
secara terbuka. Sama dengan pedagang lain. Hanya saja ada konsekuensinya, yaitu
dia harus memungut PPN atas setiap kain yang dia jual sebesar 10%. Setiap bulan
dia wajib membuat dan melaporkan SPT Masa PPN. Misalkan penjualan satu bulan
sebesar Rp.770.000.000,- maka PPN yang dia pungut dari pembeli sebesar
Rp.70.000.000,- PPN ini disebut Pajak Keluaran atau PK.
Karena
pada saat membeli kain Mr. Raju tidak membayar PPN, maka Pajak Masukan atau
PM-nya nihil. Dengan kata lain, Mr. Raju belum pernah bayar PPN. Dengan kondisi
seperti itu, maka Mr. Raju harus setor ke bank persepsi sebesar Rp.70.000.000,-
Untuk
memperkecil PPN yang harus dibayar ke bank persepsi tersebut, Mr. Raju kemudian
membeli Faktur Pajak palsu. Katakanlah senilai Rp.60.000.000,- tetapi dia cukup
bayar ke pembuat Faktur Pajak palsu sebesar Rp.3.000.000,- saja. Faktur Pajak
palsu ini disebut Pajak Masukan. Di SPT Masa PPN kemudian diperhitungkan atau
dikreditkan. Dengan Faktur Pajak palsu tersebut,
Mr.
Raju cukup bayar ke bank persepsi sebesar :
Rp.70.000.000,-
dikurangi Rp.60.000.000,- = Rp.10.000.000,-
Sehingga
dia menghemat Rp.57.000.000,- yaitu yang seharusnya bayar Rp.70 juta tapi dia
cukup bayar ke pembuat Faktur Pajak palsu Rp. 3 juta ditambah bayar ke bank
persepsi Rp. 10 juta.
Kata
"menghemat" disini sebenarnya Mr. Raju bukan menghemat tapi mengambil
pajak yang merupakan hak negara. Memang jika dilihat dari segi dagang, cost-nya
jadi lebih kecil. Tetapi yang sebenarnya adalah dia mengambil PPN dari pembeli
(atau seharusnya mengambil) tetapi PPN tersebut tidak disetor ke bank persepsi.
Prakteknya,
Faktur Pajak palsu banyak variasi dan lika-likunya baik dari segi modus maupun
jumlah nominal PPN. Karena itu tidak semua Faktur Pajak bermasalah bisa
dideteksi oleh pemeriksa pajak. Tidak semua SPT Masa PPN diperiksa. Bahkan
untuk SPT seperti contoh diatas, SPT kurang bayar namanya, menjadi prioritas
terakhir untuk diperiksa. Sehingga kemungkinan besar tidak diperiksa.
Jika
total Faktur Pajak palsu yang dia beli nominalnya lebih besar dari Pajak
Keluaran maka Mr. Raju bisa meminta restitusi. Memang setiap permintaan
restitusi akan dilakukan pemeriksaan. Ini prioritas utama bagi pemeriksa pajak.
Walaupun begitu sangat mungkin banyak Faktur Pajak bermasalah seperti diatas
lolos dari pemeriksaan pajak, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi negara.
2.3
Faktor-Faktor Pendukung Pemalsuan Faktur Pajak
Beberapa
tahun belakangan ini, marak sekali kita dengar kasus pembobolan uang Negara
dengan cara memanipulasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan modus
menerbitkan atau membuat Faktur Pajak Palsu, akibatnya negara pun dirugikan
hingga triliunan Rupiah. Banyaknya pemalsuan Faktur Pajak yang dilakukan oleh
beberapa oknum dapat terjadi karena adanya beberapa faktor yang mendukung
terjadinya Pemalsuan Faktur Pajak ini, antara lain adalah :
1. Adanya
Perusahaan Penerbit Faktur Pajak Fiktif
Banyak berdirinya Perusahaan-Perusahaan
Fiktif yang dibuat oleh oknum-oknum tertentu, kemudian didaftar kan NPWP nya.
Perusahaan-Perusahaan Fiktif tersebut didirikan dengan menggunakan nama-nama
fiktif pula sebagai pengurus dan pemegang sahamnya. Modus operasi jaringan
tersebut adalah dengan membuat KTP palsu untuk para kurir yang sebelum
penggunaan e-Faktur berlaku, bertugas memasukkan SPT Masa PPN namun setelah
diberlakukannya e-Faktur, para kurir itu dijadikan sebagai direktur perusahaan
dari Wajib Pajak tersebut. Hal itu dilakukan karena adanya ketentuan bahwa
pengurus/direktur harus datang langsung ke KPP ketika mengajukan pendaftaran
penggunaan e-Faktur.
KTP
palsu yang digunakan oleh pelaku terdiri dari dua macam yaitu seluruh identitas
palsu namun dengan foto yang sesuai, atau nama dan foto sesuai namun identitas
lainnya palsu. Selanjutnya, saat datang ke KPP dalam rangka pengurusan
e-Faktur, jaringan ini membawa dokumen fiktif akta pendirian atau akta
perubahan perusahaan.
2. Kurangnya
Pengawasan dari pihak DJP
Restitusi PPN diartikan
sebagai pengembalian PPN karena jumlah pajak masukan (pembelian) melebihi pajak
keluaran (penjualan). Umumnya, perusahaan yang berorientasi ekspor yang akan
memohon restitusi, sebab dalam upaya menggalakkan ekspor dan juga supaya barang
Indonesia lebih kompetitif di luar negeri, pemerintah mengizinkan penjualan
ekspor tidak perlu dilakukan pemungutan PPN. Sampai di sini maksud dan tujuan
operasional restitusi masih baik untuk kepentingan usaha di Indonesia. Dan
apabila dianalisis dari logika ini, maka semakin banyak pengusaha yang
melakukan restitusi berarti semakin banyak ekspor yang dilakukan dengan
kemungkinan bahan baku lokal yang besar untuk semua materialnya, baik material
langsung maupun pendukung.
Namun
kemudahan fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah ini dimanfaatkan
secara tidak benar oleh Wajib Pajak nakal untuk membobol kas Negara. Modus yang
dilakukan pun beragam dari mulai melakukan mark up nilai pajak agar mendapat
restitusi lebih besar, sampai pemalsuan faktur pajak yang digunakan untuk
melakukan ekspor fiktif. Faktur pajak palsu yang digunakan dalam kejahatan ini,
biasa disebut faktur pajak tidak sah/ bermasalah/ fiktif, selanjutnya disebut
faktur pajak tidak sah. Akibat kurangnya pengawasan dari pihak DJP ini, dapat
menimbulkan kerugian yang besar terhadap penerimaan pajak Negara.
2.4 Upaya Pemerintah Dalam Mencegah
Pemalsuan Faktur Pajak
Dengan masih adanya
oknum-oknum yang memalsukan Faktur Pajak demi mengurangi atau bahkan
menghindari pembayaran Pajak, pihak Pemerintah pun tidak hanya tinggal diam, beberapa
upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah pemalsuan Faktur Pajak
ini, antara lain :
1. Penggunaan
e-tax invoice
Untuk meningkatkan
kemudahan dan pengawasan pada tahun 2014, penerbitan Faktur Pajak sudah
dikembangkan menjadi penerbitan faktur pajak secara elektronik (e-tax invoice).
Sistem ini pada prinsipnya adalah sistem komputer PKP dan Ditjen Pajak akan
terkoneksi sehingga diharapkan penerbitan dan kontrol terhadap nomor faktur
pajak menjadi lebih mudah.
Penggunaan e-tax invoice ini sudah
diterapkan di negara lain seperti Korea Selatan. Untuk awal awalnya, akan dilaksanakan pilot project dengan memilih
Kantor Pelayanan Pajak dan PKP tertentu untuk berpartisipasi dalam program ini.
Ssejak tahun 2014, rencana e-tax invoice ini sudah diimplementasikan secara
nasional.
2. Pembenahan
sistem administrasi PPN selanjutnya yakni pengkreditan faktur pajak
Pembenahan dengan
sistem ini dilakukan untuk meyakini bahwa PPN yang dipungut oleh penjual (yang
oleh pembeli diklaim sebagai kredit pajak) telah dilaporkan dan disetorkan
dengan benar. Dengan meningkatkan pengawasan terhadap pengkreditan faktur
pajak, maka penerimaan negara diharapkan dapat terjaga dari kebocoran
penerimaan PPN.
Untuk mendukung sistem ini, penggunaan
pelaporan SPT PPN dalam elektronik atau disebut elektronik SPT (eSPT) menjadi
penting. Dengan eSPT, kendala perekaman pajak masukan dan pajak pengeluaran ke
dalam sistem IT Ditjen Pajak secara otomatis dapat teratasi. Kebocoran PPN yang
disebabkan oleh pengkreditan pajak masukan yang tidak seharusnya dapat
terdeteksi secara dini sehingga penyalahgunaan restitusi yang tidak seharusnya
diharapkan dapat ditekan.
KESIMPULAN
Faktur Pajak merupakan bukti
pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau oleh Ditjen
Bea dan Cukai karena import BKP.
Faktur Pajak sangatlah
berguna bagi PKP, dengan adanya faktur pajak maka PKP memiliki bukti bahwa PKP
telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa PPN sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Orang pribadi dan badan
yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur
Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak
dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tak semestinya.
Jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus disetorkan ke kas negara.
Faktur Pajak tidak harus dibuat secara khusus atau berbeda dengan Faktur
Penjualan, artinya Faktur Penjualan dapat sekaligus berfungsi sebagai Faktur
Pajak.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, marak
sekali terjadi kasus pembobolan uang Negara dengan cara memanipulasi restitusi
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan modus menerbitkan atau membuat Faktur
Pajak Palsu, akibatnya negara pun dirugikan hingga triliunan Rupiah.
Dengan masih adanya
oknum-oknum yang memalsukan Faktur Pajak demi mengurangi atau bahkan
menghindari pembayaran Pajak, pihak Pemerintah pun tidak hanya tinggal diam,
beberapa upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah pemalsuan Faktur
Pajak ini, antara lain dengan Penggunaan e-tax invoice dan pembenahan sistem
administrasi PPN.
DAFTAR
PUSTAKA
Purnomo,
Yosep.2011. Bahan Ajar Pajak Pertambahan Nilai.
https://id.wikipedia.org/wiki/Faktur_pajak
https://www.scribd.com/doc/97329804/Fungsi-Faktur-Pajak
http://pajaktaxes.blogspot.co.id/2010/04/faktur-pajak-palsu.html