Breaking News

Jumat, 13 Mei 2016

Makalah PPN : Pemalsuan Faktur Pajak Sebagai Upaya Menghindari Pajak

KATA PENGANTAR

   Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada saya untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemalsuan Faktur Pajak Sebagai Upaya Penghindaran Pajak “.                                                                                                                                           
Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Adrian Munandar selaku dosen Pajak Pertambahan Nilai  yang telah memberikan tugas kepada saya, sehingga saya dapat menambah pengetahuan saya mengenai Pajak Pertambahan Nilai, Khususnya dengan Sub Materi Faktur Pajak. Terimakasih juga saya ucapkan kepada kedua orang tua saya yang mendukung saya dalam penyusunan makalah ini. 
Penulis menyadarai bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat berterimakasih apabila pembaca bersedia memberikan kritik dan saran, sehingga dapat digunakan untuk penyempurnaan makalah berikutnya.

  



Palembang, 9 Mei 2016


Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................. i
Daftar isi....................................................................................................................... ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................. 2
1.5 Prosedur Penulisan................................................................................................. 2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Faktur Pajak......................................................................................... 3
2.2 Upaya Pemalsuan Faktur Pajak.............................................................................. 4
2.3 Faktor-Faktor Pendukung Pemalsuan Faktur Pajak............................................... 6
2.4 Upaya Pemerintah Mencegah Pemalsuan Faktur Pajak......................................... 8
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA





BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak harus menggunakan sarana pemungutan yaitu dilakukan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP). Peran penting Faktur Pajak sangatlah berguna bagi PKP, dengan adanya faktur pajak maka PKP memiliki bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun sekarang ditemukan berbagai kecurangan dalam upaya pengindaran pajak, salah satunya adalah pemalsuan Faktur Pajak. Dapat dilihat dengan banyak berdirinya Perusahaan-Perusahaan Fiktif yang dibuat oleh oknum-oknum tertentu, kemudian didaftar kan NPWP nya. Perusahaan-Perusahaan Fiktif tersebut didirikan dengan menggunakan nama-nama fiktif pula sebagai pengurus dan pemegang sahamnya. Faktur Pajak yang diterbitkan perusahaan tersebut lalu dijual ke Perusahaan-Perusahaan yang berniat menggunakan Faktur tersebut sebagai pengurang jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
Penerbitan Faktur Pajak Fiktif adalah kejahatan paling tinggi dalam dunia perpajakan. Pasalnya, modus tersebut langsung menjarah hasil PPN yang disetor rakyat, menipu transaksi, memanipuasi PPh, dan mengambil hak Negara. Kejahatan dengan modus seperti ini, dilakukan oleh banyak perusahaan penerbit faktur pajak fiktif yang dibuat sesaat, karena perusahaan itu dibubarkan setiap dua tahun. Lalu perusahaan itu membuat perusahaan baru dengan PKP baru. Sehingga Ditjen Pajak harus bisa mendeteksi perusahaan penerbit dan perusahaan pemakai faktur pajak fiktif. Prakteknya, Faktur Pajak palsu banyak variasi dan lika-likunya baik dari segi modus maupun jumlah nominal PPN. Karena itu tidak semua Faktur Pajak bermasalah bisa dideteksi oleh pemeriksa pajak. Tidak semua SPT Masa PPN diperiksa. Jika total Faktur Pajak palsu yang WP beli nominalnya lebih besar dari Pajak Keluaran maka WP bisa meminta restitusi, sehingga hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi negara.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Faktur Pajak ?
2.      Bagaimana Upaya Pemalsuan Faktur Pajak untuk menghindari pembayaran pajak ?
3.      Faktor-Faktor yang mendukung Pemalsuan Faktur Pajak ?
4.      Bagaimana Upaya Pemerintah dalam mencegah pemalsuan Faktur Pajak ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Faktur Pajak
2.      Untuk mengetahui upaya pemalsuan Faktur Pajak untuk menghindari pembayaran pajak
3.      Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang mendukung dalam pemalsuan Faktur Pajak
4.      Untuk mengetahui Upaya Pemerintah dalam mencegah pemalsuan Faktur Pajak

1.4  Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak dalam rangka mengembangkan kreatifitas proses pelaksanaan pembelajaran dalam menggunakan media pembelajaran, selain itu juga mengembangkan kualitas pelaksanaan proses pelaksanaan pembelajaran.

1.5  Prosedur Penulisaan
Prosedur penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan makalah ini yaitu metode kepustakaan dimana penulis mengambil dan mencari sumber materi dari buku. Selain itu juga penulis mengambil sumber materi dari browsing internet.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Faktur Pajak
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau oleh Ditjen Bea dan Cukai karena import BKP.
Agar Faktur Pajak dapat berfungsi sebagai bagian dari   mekanisme   pengkreditan   Pajak   Masukan   dengan   Pajak   Keluaran,   Faktur   Pajak   harus memenuhi dua persyaratan yaitu persyaratan formal dan persyaratan material sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU PPN yang berbunyi: ”Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material”.
Orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tak semestinya. Jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus disetorkan ke kas negara. Faktur Pajak tidak harus dibuat secara khusus atau berbeda dengan Faktur Penjualan, artinya Faktur Penjualan dapat sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak.

Fungsi Faktur Pajak
Faktur Pajak mempunyai fungsi yang membuatnya begitu penting dah wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Fungsi faktur pajak yaitu:
1.      Bukti pungutan bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
2.      Sebagai bukti pembayaran PPN yang dilakukan oleh pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak
3.      Sebagai sarana mengkreditkan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang membeli Barang Kena Pajak
4.      Bukti pungutan pajak (PPN/PPnBM) karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

2.2 Upaya Pemalsuan Faktur Pajak
Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu demi menghindari membayar pajak, salah satunya adalah dengan membuat Faktur Pajak Palsu. Faktur Pajak Palsu atau Faktur Pajak bermasalah ini sesuai maksud Pasal 39A adalah Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Seharusnya Faktur Pajak diterbitkan oleh penjual sebagai bukti pemungutan PPN. Untuk membuktikan adanya penjualan tersebut tentu harus ada :
1. dokumen-dokumen yang menunjukkan penjualan
2. barang atau jasa yang diserahkan
3. uang untuk pembayaran barang atau jasa
Sebenarnya banyak modus dalam Faktur Pajak bermasalah, tetapi yang paling gampang adalah dengan memalsukan Faktur Pajak. Disebut memalsukan karena pembuat Faktur Pajak sebenarnya tidak menjual apa-apa kecuali Faktur Pajak itu sendiri. Misalnya satu lembar Faktur Pajak dijual 5%. Artinya, jika Faktur Pajak tersebut PPN-nya senilai Rp.500.000.000,- maka dia menjual selembar Faktur Pajak tersebut Rp.25.000.000,- Bayangkan jika total Faktur Pajak yang dia buat puluhan milyar rupiah, tentu permasalahan ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan negara dan ini merupakan potensi penerimaan pajak yang besar yang dapat digali lagi oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak.
Seperti hukum ekonomi, ada penawaran karena ada permintaan. Faktur Pajak palsu dibuat karena memang ada yang membutuhkan. Siapa mereka? Sebenarnya semua Wajib Pajak yang memiliki niat tidak baik yang berupaya ingin menghindari pembayaran pajak membutuhkan Faktur Pajak palsu. Kebanyakan permintaan Faktur Pajak palsu itu adalah berasal dari para pedagang impor selundupan yang berupaya memaksimalkan keuntungan penjualan barang yang dijualnya dengan cara memalsukan Faktur Pajak demi memperkecil atau menghindari pembayaran pajak.

Kenapa penyelundup membutuhkan Faktur Pajak palsu? Kemungkinannya :
1. mengurangi setoran PPN ke bank persepsi; atau
2. mengambil uang dari kas negara.
Supaya lebih jelas kita gunakan angka-angka contoh:
Mr. Raju adalah seorang pedagang kain Pasar Tanah Abang. Kain yang dia jual adalah kain impor dari India. Supaya harga beli murah, maka kain dia selundupkan. Artinya dia tidak membayar bea masuk, PPh Pasal 22 impor, dan PPN impor. Untuk PPh dan PPN saja Mr. Raju harus bayar 12,5% jika menggunakan jalur resmi, yaitu 2,5% untuk PPh Pasal 22 Impor ditambah 10% untuk PPN Impor. Artinya, dengan menyelundupkan kain, Mr. Raju menghemat pembelian 12,5%.
Walaupun kain yang dia jual merupakan kain selundupan, tetapi Mr. Raju menjual kain secara terbuka. Sama dengan pedagang lain. Hanya saja ada konsekuensinya, yaitu dia harus memungut PPN atas setiap kain yang dia jual sebesar 10%. Setiap bulan dia wajib membuat dan melaporkan SPT Masa PPN. Misalkan penjualan satu bulan sebesar Rp.770.000.000,- maka PPN yang dia pungut dari pembeli sebesar Rp.70.000.000,- PPN ini disebut Pajak Keluaran atau PK.
Karena pada saat membeli kain Mr. Raju tidak membayar PPN, maka Pajak Masukan atau PM-nya nihil. Dengan kata lain, Mr. Raju belum pernah bayar PPN. Dengan kondisi seperti itu, maka Mr. Raju harus setor ke bank persepsi sebesar Rp.70.000.000,-
Untuk memperkecil PPN yang harus dibayar ke bank persepsi tersebut, Mr. Raju kemudian membeli Faktur Pajak palsu. Katakanlah senilai Rp.60.000.000,- tetapi dia cukup bayar ke pembuat Faktur Pajak palsu sebesar Rp.3.000.000,- saja. Faktur Pajak palsu ini disebut Pajak Masukan. Di SPT Masa PPN kemudian diperhitungkan atau dikreditkan. Dengan Faktur Pajak palsu tersebut,
Mr. Raju cukup bayar ke bank persepsi sebesar :
Rp.70.000.000,- dikurangi Rp.60.000.000,- = Rp.10.000.000,-
Sehingga dia menghemat Rp.57.000.000,- yaitu yang seharusnya bayar Rp.70 juta tapi dia cukup bayar ke pembuat Faktur Pajak palsu Rp. 3 juta ditambah bayar ke bank persepsi Rp. 10 juta.
Kata "menghemat" disini sebenarnya Mr. Raju bukan menghemat tapi mengambil pajak yang merupakan hak negara. Memang jika dilihat dari segi dagang, cost-nya jadi lebih kecil. Tetapi yang sebenarnya adalah dia mengambil PPN dari pembeli (atau seharusnya mengambil) tetapi PPN tersebut tidak disetor ke bank persepsi.
Prakteknya, Faktur Pajak palsu banyak variasi dan lika-likunya baik dari segi modus maupun jumlah nominal PPN. Karena itu tidak semua Faktur Pajak bermasalah bisa dideteksi oleh pemeriksa pajak. Tidak semua SPT Masa PPN diperiksa. Bahkan untuk SPT seperti contoh diatas, SPT kurang bayar namanya, menjadi prioritas terakhir untuk diperiksa. Sehingga kemungkinan besar tidak diperiksa.
Jika total Faktur Pajak palsu yang dia beli nominalnya lebih besar dari Pajak Keluaran maka Mr. Raju bisa meminta restitusi. Memang setiap permintaan restitusi akan dilakukan pemeriksaan. Ini prioritas utama bagi pemeriksa pajak. Walaupun begitu sangat mungkin banyak Faktur Pajak bermasalah seperti diatas lolos dari pemeriksaan pajak, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi negara.
2.3 Faktor-Faktor Pendukung Pemalsuan Faktur Pajak
Beberapa tahun belakangan ini, marak sekali kita dengar kasus pembobolan uang Negara dengan cara memanipulasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan modus menerbitkan atau membuat Faktur Pajak Palsu, akibatnya negara pun dirugikan hingga triliunan Rupiah. Banyaknya pemalsuan Faktur Pajak yang dilakukan oleh beberapa oknum dapat terjadi karena adanya beberapa faktor yang mendukung terjadinya Pemalsuan Faktur Pajak ini, antara lain adalah :
1.      Adanya Perusahaan Penerbit Faktur Pajak Fiktif
Banyak berdirinya Perusahaan-Perusahaan Fiktif yang dibuat oleh oknum-oknum tertentu, kemudian didaftar kan NPWP nya. Perusahaan-Perusahaan Fiktif tersebut didirikan dengan menggunakan nama-nama fiktif pula sebagai pengurus dan pemegang sahamnya. Modus operasi jaringan tersebut adalah dengan membuat KTP palsu untuk para kurir yang sebelum penggunaan e-Faktur berlaku, bertugas memasukkan SPT Masa PPN namun setelah diberlakukannya e-Faktur, para kurir itu dijadikan sebagai direktur perusahaan dari Wajib Pajak tersebut. Hal itu dilakukan karena adanya ketentuan bahwa pengurus/direktur harus datang langsung ke KPP ketika mengajukan pendaftaran penggunaan e-Faktur.
KTP palsu yang digunakan oleh pelaku terdiri dari dua macam yaitu seluruh identitas palsu namun dengan foto yang sesuai, atau nama dan foto sesuai namun identitas lainnya palsu. Selanjutnya, saat datang ke KPP dalam rangka pengurusan e-Faktur, jaringan ini membawa dokumen fiktif akta pendirian atau akta perubahan perusahaan.
2.      Kurangnya Pengawasan dari pihak DJP
Restitusi PPN diartikan sebagai pengembalian PPN karena jumlah pajak masukan (pembelian) melebihi pajak keluaran (penjualan). Umumnya, perusahaan yang berorientasi ekspor yang akan memohon restitusi, sebab dalam upaya menggalakkan ekspor dan juga supaya barang Indonesia lebih kompetitif di luar negeri, pemerintah mengizinkan penjualan ekspor tidak perlu dilakukan pemungutan PPN. Sampai di sini maksud dan tujuan operasional restitusi masih baik untuk kepentingan usaha di Indonesia. Dan apabila dianalisis dari logika ini, maka semakin banyak pengusaha yang melakukan restitusi berarti semakin banyak ekspor yang dilakukan dengan kemungkinan bahan baku lokal yang besar untuk semua materialnya, baik material langsung maupun pendukung.
Namun kemudahan fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah ini dimanfaatkan secara tidak benar oleh Wajib Pajak nakal untuk membobol kas Negara. Modus yang dilakukan pun beragam dari mulai melakukan mark up nilai pajak agar mendapat restitusi lebih besar, sampai pemalsuan faktur pajak yang digunakan untuk melakukan ekspor fiktif. Faktur pajak palsu yang digunakan dalam kejahatan ini, biasa disebut faktur pajak tidak sah/ bermasalah/ fiktif, selanjutnya disebut faktur pajak tidak sah. Akibat kurangnya pengawasan dari pihak DJP ini, dapat menimbulkan kerugian yang besar terhadap penerimaan pajak Negara.
2.4  Upaya Pemerintah Dalam Mencegah Pemalsuan Faktur Pajak
Dengan masih adanya oknum-oknum yang memalsukan Faktur Pajak demi mengurangi atau bahkan menghindari pembayaran Pajak, pihak Pemerintah pun tidak hanya tinggal diam, beberapa upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah pemalsuan Faktur Pajak ini, antara lain :
1.      Penggunaan e-tax invoice
Untuk meningkatkan kemudahan dan pengawasan pada tahun 2014, penerbitan Faktur Pajak sudah dikembangkan menjadi penerbitan faktur pajak secara elektronik (e-tax invoice). Sistem ini pada prinsipnya adalah sistem komputer PKP dan Ditjen Pajak akan terkoneksi sehingga diharapkan penerbitan dan kontrol terhadap nomor faktur pajak menjadi lebih mudah.
Penggunaan e-tax invoice ini sudah diterapkan di negara lain seperti Korea Selatan. Untuk awal awalnya,  akan dilaksanakan pilot project dengan memilih Kantor Pelayanan Pajak dan PKP tertentu untuk berpartisipasi dalam program ini. Ssejak tahun 2014, rencana e-tax invoice ini sudah diimplementasikan secara nasional.
2.      Pembenahan sistem administrasi PPN selanjutnya yakni pengkreditan faktur pajak
Pembenahan dengan sistem ini dilakukan untuk meyakini bahwa PPN yang dipungut oleh penjual (yang oleh pembeli diklaim sebagai kredit pajak) telah dilaporkan dan disetorkan dengan benar. Dengan meningkatkan pengawasan terhadap pengkreditan faktur pajak, maka penerimaan negara diharapkan dapat terjaga dari kebocoran penerimaan PPN.
Untuk mendukung sistem ini, penggunaan pelaporan SPT PPN dalam elektronik atau disebut elektronik SPT (eSPT) menjadi penting. Dengan eSPT, kendala perekaman pajak masukan dan pajak pengeluaran ke dalam sistem IT Ditjen Pajak secara otomatis dapat teratasi. Kebocoran PPN yang disebabkan oleh pengkreditan pajak masukan yang tidak seharusnya dapat terdeteksi secara dini sehingga penyalahgunaan restitusi yang tidak seharusnya diharapkan dapat ditekan.

KESIMPULAN


Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau oleh Ditjen Bea dan Cukai karena import BKP.
Faktur Pajak sangatlah berguna bagi PKP, dengan adanya faktur pajak maka PKP memiliki bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tak semestinya. Jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus disetorkan ke kas negara. Faktur Pajak tidak harus dibuat secara khusus atau berbeda dengan Faktur Penjualan, artinya Faktur Penjualan dapat sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak.
 Dalam beberapa tahun belakangan ini, marak sekali terjadi kasus pembobolan uang Negara dengan cara memanipulasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan modus menerbitkan atau membuat Faktur Pajak Palsu, akibatnya negara pun dirugikan hingga triliunan Rupiah.
Dengan masih adanya oknum-oknum yang memalsukan Faktur Pajak demi mengurangi atau bahkan menghindari pembayaran Pajak, pihak Pemerintah pun tidak hanya tinggal diam, beberapa upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah pemalsuan Faktur Pajak ini, antara lain dengan Penggunaan e-tax invoice dan pembenahan sistem administrasi PPN.







DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Yosep.2011. Bahan Ajar Pajak Pertambahan Nilai.
https://id.wikipedia.org/wiki/Faktur_pajak
https://www.scribd.com/doc/97329804/Fungsi-Faktur-Pajak
http://pajaktaxes.blogspot.co.id/2010/04/faktur-pajak-palsu.html
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By